Umat Islam dilarang mengambil riba dan melibatkan diri dengan riba. Keharamannya yang sudah jelas bersumber dari beberapa surah di Al-qur’an dan Hadist Rasulullah Saw. Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, dan setiap kegiatan usaha haruslah berdasarkan prinsip syariah dan kehati-hatian. Pembahasan mengenai riba tersebut menjadi topik bahasan dalam Webinar Series on Islamic Economics yang diadakan oleh Program Studi Ekonomi Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII), pada Selasa (17/11). Webinar yang diadakan secara daring ini menghadirkan dua narasumber yaitu Dosen Academy of Contemporary Islamic Studies Universiti Teknologi MARA, Malaysia, Dr. Mohd Asmadi Bin Yakob dan Dosen Program Studi Ekonomi Islam FIAI UII, Dr. Nur Kholis, S.Ag., M.Sh.Ec. Disampaikan Dr. Asmadi, selain sebagai petunjuk bagi umat manusia tujuan Alqur’an diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammd Saw yaitu islahul maali (memperbaiki ekonomi). Konsep riba yang dilarang oleh Allah memiliki keterkaitan dengan harta yang dikelola manusia. Turunnya ayat yang melarang riba terjadi pada saat Kota Makkah menjadi pusat perdagangan antar bangsa yang menghubungkan negeri Syam di utara dan Yaman di selatan. Letak strategis kota Makkah mendorong suku Quraisy sebagai penduduk mayoritas di kota Makkah, memilih profesi sebagai pedagang dan melibatkan diri pada kesibukan pernaigaan. Dr. Asmadi menegaskann bahwa hal ini sangat erat hubungannya dengan peminjaman modal. Sehingga di sebagian kalangan pemberi modal menetapkan harga tertentu sebagai tambahan atas pengembaliannya, dan hal itulah yang disebut riba. Para pedagang sering mengkreditkan modal kepada orang lain dengan cara riba termasuk kepada salah satu suku, yaitu suku Saqif dengan harapan memperoleh keuntungan dalam jumlah yang lebih besar. Kebiasaan riba jahiliyah inilah yang dipraktikkan secara luas oleh banyak pedagang di Makkah yang menjadi sasaran keharaman riba di dalam Alqur’an. “Ayat-ayat tentang riba ini diturunkan, disebabkan riba yang mendarahdaging di kalangan pedagang kota Makkah, dan riba sangat sulit disingkirkan. Sehingga kemudian diturunkan ayat-ayat tentang mu’amalah seperti hutang-piutang, gadai dan lain sebagainya. Barulah setelah ayat ini turun umat islam dibersihkan dari perbuatan riba,” tuturnya. Dr. Nur Kholis menyebutkan di dalam alqur’an ayat riba berada di empat surat, yaitu surat Ar-Rum, An-Nisa’, Al-Baqoroh, Ali-Imron. Hal inilah yang menandakan bahwa ayat-ayat tentang riba sudah jelas bagaimana hukumnya. Urgensi pembahasan riba salah satunnya sebagai pemicu lahirnya ekonomi Islam memasuki sejarah baru, dikarenakan sensitifitas umat Islam terhadap sesuatu yang haram. “Riba termasuk dosa besar maka harus dihindari seoptimal mungkin, dan terbukti bahwa Islam secara keseluruhan telah memberikan guidence dalam menjalankan perekonomian,” imbuhnya. Selanjutnya, Turunnya ayat riba yang terbagi di empat surat menggambarkan bahwa sisetiap turunnya ayat, Allah mengajak umatnya untuk berfikir, akan bahaya dan dampaknya. “larangan riba tidak tiba-tiba langsung diharamkan begitu saja, tapi ada proses rasionalisasi. Umat islam diajak untuk berfikir, diajak berdialog oleh yang maha Kuasa. Menalar, jadi melakukan penalaran terkait dengan bahayanya riba dan dampaknya,” ucapnya. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, dari sinilah harus berhenti (mengambil harta riba).Orang yang mengambil riba maka orang itu adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. Allah Swt. berfirman di dalam Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 275-276 “Orang-orang yang makan (mengambil riba) tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan syetan lantaran tekanan penyakit gila”. (HA/RS) Islam merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al Maa-idah Ayat 3 yang artinya “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]. Islam sebagai agama yang sempurna telah mencangkup segala aspek kehidupan manusia, sebagai pedoman hidup manusia agar dapat memperoleh kebahagian dunia dan akhierat. Salah satu aspek yang diatur dalam Islam adalah yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi. Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan, dan papan. Salah satu kegiatan ekonomi yang sering dilakukan oleh manusia adalah kegiatan jual beli. Allah SWT telah menghalalkan praktek jual beli yang sesuai dengan ketentuan dan syari’atNya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya:” …Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…(Q.S. al-Baqarah: 275). Rasullullah SAW bersabda: Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim). Maka berdasarkan hadits ini, jual beli merupakan aktivitas yang disyariatkan. Namun disisi lain, Rasullullah SAW juga bersabda “Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” (Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah Asy Syamilah. Oleh karena itu seseorang muslim yang melaksanakan transaksi jual beli, sebaiknya mengetahui syarat-syarat praktek jual beli berdasarkan ketentuan Al Qur’an dan Hadits, agar dapat melaksanakannya sesuai dengan syari’at sehingga tidak terjerumus kedalam tindakan-tindakan yang dilarang dan diharamkan.
Transaksi jual beli yang dilakukan oleh kedua belah pihak, hendaknya dilaksanakan berdasarkan kebutuhan, dan dilakukan dengan ridha dan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun, sehingga salah satu pihak (baik penjual maupun pembeli) tidak ada yang dirugikan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisaa ayat 29 yang artinya : ““… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (Q.S. An-Nisaa: 29). Berdasarkan ayat ini juga, maka diketahui bahwa transaksi jual beli harus dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten yaitu orang-orang yang paham mengenai jual beli, dan mampu menghitung atau mengatur uang. Sehingga tidak sah transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang tidak pandai atau tidak mengetahui masalah jual beli.
Objek jual beli merupakan hak milik penuh salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli. Seseorang bisa menjual barang yang bukan miliknya apabila telah mendapatkan ijin dari pemilik barang. Rasullullah SAW bersabda: Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud)
Transaksi jual beli hendaknya dilakukan dengan jujur. Rasullulah SAW bersabda: “Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban).
Transaksi jual beli yang dilakukan haruslah barang atau jasa yang halal dan atau tidak di larang oleh syariat Islam, seperti jual beli narkoba, dan minuman keras. Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Barang yang menjadi objek jual beli, haruslah barang yang dapat diserah terimakan segera dari penjual kepada pembeli. Rasullullah bersabda: Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim). Sehingga tidak sah menjual burung yang terbang di udara, hasil sawah yang belum dipanen, dan lain-lain. Transaksi yang mengandung objek jual beli seperti ini diharamkan karena mengandung spekulasi atau judi. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 219 dan Surat Al Maidah ayat 90-91 yang artinya “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi, katakanlah bahwa pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (Al-Baqarah: 219). Hai orang–orang yang beriman sesungguhnya arak, judi, berhala dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian dengan khamr dan judi, menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al Maidah: 90-91) Sedangkan jual beli yang dilarang menurut syari’at Islam adalah:
Transaksi jual beli yang dilakukan, hendaklah tidak melupakan kewajiban manusia untuk menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Jumuah ayat 9-10 yang artinya” “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al Jumuah : 9-10). Allah SWT juga berfirman dalam Surat Annur ayat 37 yang artinya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.
Transaksi jual beli yang dilarang menurut syari’at Islam adalah jual beli barang yang diharamkan seperti jual beli minuman keras, narkoba, barang hasil pencurian dan lain-lain. Karena hal ini juga berarti ikut serta melakukan dan menyebarluaskan keharaman di muka bumi. Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatukaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad)
“Rasulullah SAW melaknat orang yang makan riba, yang memberi makannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau bersabda : “Mereka itu sama”. (HR. Muslim). Dalam hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa Islam melarang transaksi jual beli harta riba.
Rasulullah SAW bersabda: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli hashaath (jual beli dengan menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk menentukan barang yang akan dijual) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim). Transaksi jual beli hasaath dilarang karena jual beli dengan kerikil yang dilempar untuk menentukan barang. Membuat pembeli tidak bisa memilih, memilah barang yang sesuai keinginan dan sesuai kualitas barangnya. Sehingga ada salah satu pihak (pembeli) yang dirugikan dalam transaksi jual beli ini. Itulah mengapa jual beli hasaath tidak diharamkan dalam Islam. Pnulis: Wahyudhi Sutrisni, ST., MM. Dosen Prodi Teknik Industri |